Seluk Beluk Diksi dan Seni Bahasa


Bismillahirrahmanirrahim

Judul             : Belajar Menulis Puisi 
Resume ke    : 17
Tanggal         : 15  Febuari 2023
Tema              : Menulis Puisi
Narasumber  : Maydearly
Moderator     : Widya Arema

        Sebelum membahas materi sesuai dengan judul di atas, narasumber memberi salam dan menyapa peserta dengan sapaan yang begitu hangat sehingga  memberi kekuatan dan energi baru untuk dapat menuntaskan sisa-sisa kegiatan hingga ke gerbang kemenangan. Narasumber terlebih dahulu membahas tentang sahabat. Baginya Sahabat adalah kata sederhana yang acap kali merapal makna dalam jiwa.Para sahabat kerap kita terbangkan kepingan kisah yang tersusun rapi. Sahabat adalah ia yang paling mengerti hati kita dalam lara nan pekat, mesti kerap kita tancapkan luka, sang sahabat akan membalas dengan seribu pelukan. Sebuah materi yang berjudul diksi dan seni bahasa akan segera dibahas dalam alinea-alinea selanjutnya sehingga menjadi cemilan jiwa selama 2 jam disamping cemilan lain yang tersedia disisi peserta.

          Diksi – akar katanya dari bahasa Latin: dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi diction Kata kerja ini berarti: pilihan kata. Maksudnya, pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif. Sehingga tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau mempermainkan pembacanya.

            Dalam sejarah bahasa, Aristoteles – filsuf dan ilmuwan Yunani inilah yang memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam Poetics– salah satu karyanya. Seseorang akan mampu menulis indah, khususnya puisi, harus memiliki kekayaan yang melimpah: diksi puitis. Gagasan Aristoteles dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre-nya.

            Selain itu, William Shakespeare dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama. Ia menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme dipadu tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang digilang zaman.

             Diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa sebab banyak keindahan  atas sebuah kata yang tak tereja oleh bibir. Diksi bak pijar bintang di angkasa yang menunjukan dirinya dengan kilauan, mempesona dan tak membosankan.

            Terkadang banyak penulis yang merasa takut dalam memulai sebuah tulisan, terkadang lidah kita merasa kelu untuk menulis sesuatu yang menakjubkan. Ada keraguan yang dibungkam sebelum diterjemahkan dalam bahasa. Menulis itu sederhana,  Se sederhana mengadukan gula dalam gelas kopi.

            Untuk menulis, libatkan 5 macam panca indera kita. 5 jurus jitu dalam mengembangkan diksi yang menarik yaitu

ü  Sense of Touch

ü  Sense of Smell

ü  Sense of Taste

ü  Sense of Jurnslism

ü  Sense of Hearing

1.      Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.

 

Contoh: Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi

 

2.      Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.

 

Contoh:Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan

 

3.      Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.

 

Contoh:Ku kecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam Hp tangan  kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu.

 

4.      Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya.  Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.

 

Contoh: Derit daun pintu mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan

5.          Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar. 

Contoh: Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu

 

Acap kali dalam menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, jika terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita.

 

Pertanyaan dari Bapak  Saepul Hikmah asal Rengasdengklok Karawang

1.  Diksi dan Puisi tidak bisa dipisahkan, bagaikan sambel dan pedasnya.

2.      Pertanyaan nya apakah Diksi dan Puisi ada pada tatanan akal pikiran?  Bukankah struktur manusia terdiri dari jasad, akal fikiran, fuad, luf dan ruh? Bagaimana cara agar bisa dengan mudah merenda kata sehingga siapapun yang membacanya menggetar dan terpincut hatinya menjadi gundah gulana trimakasih

 

Jawaban : Terimakasih Pak Saeful, izin saya sedikit jelaskan untuk pertanyaan yang begitu super. Diksi tak melulu untuk puisi ya Bapak ibu.Bagaimana Diksi itu bisa masuk dalam pelataran logika, karena logika adalah akal yang digerakan sebuah ruh. Tulisan adalah hasil karya dari sebuah jasad yang diperintah oleh otak, kemudian ia menapaki kalbu sebagai jejak untuk bersuara.  Suara itu tak melulu tentang ucapan, pula sebuah tulisan dengan segala keindahannya. Diksi adalah bagian dari Seni Bahasa, karena seni Bahasa itu meliputi menulis, dan berbicara.

            Bagaimana mengolah panca indera agar tergali? Panca indera itu melekat dalam jasad kita, kita tak perlu  perintahkan ia untuk memandu hati kita membuat sebuah tulisan yang indah. Tugas kita adalah menerima sinyal dari kelima panca indera tersebut yang kemudian kita bisa jabarkan dalam sebuah tulisan. Ketika kelima indera itu kita libatkan, maka tak ada tulisan yang biasa. Pepatah mengatakan menulislah dengan hati. Karena hati mampu menerka indera kita dengan baik.

Pertanyaan Bu Eka Yulia dari Kab. Seruyan. Kalteng. Apakah diksi selalu harus yang mengandung arti kiasan?

Jawaban: Diksi tak melulu sebuah kiasan, karena ia adalah sebuah padanan kata. Dalam google kentara di sebut dengan sinonim bagaimana tulisan kita tergali dengan baik? Sesekali jangan menulis kata yang kerap orang jumpai. Carilah padanan atau sinonim dari kata yang kita tunjuk.

Pertanyaan dari Evridus Mangung peserta KBMN 28 dari NTT.

1. Apakah pemilihan diksi harus disesuaikan dengan pembaca/pendengar?

2. Bagaimana teknik memilih diksi pada kata yang memiliki kemiripan arti?

Jawaban:

1. Ketika kita menulis, maka kita adalah seorang subjek yang memberi informasi. Apa yang akan kita tulis itu yang akan dinikmati pembaca. Menulislah untuk didengarkan pembaca, bukan menulis sesuai keinginan pembaca.

2. Tehnik memilih Diksi pada kata yang memiliki kemiripan arti? Saya kurang faham dengan pertanyaannya🙏

Diksi adalah padanan kata, ketika kita biasa menulis dengan bahasa sederhana, contoh 'mengucap' sesekali kita ganti dengan 'merapal'. Lebih aneh, lebih terkesan dan lebih membuat penasaran pembaca bukan?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis Setiap Hari

Usaha Penerbitan Buku

Menulis Buku untuk Membangun Karier Guru ASN